*KULTUM MALAM KEDUA PULUH*
ِبسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى الْمَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ َأصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Malam ini kita telah sampai kepada Kultum Ramadhan Kedua puluh, sekaligus pada malam Kedua puluh pula. Semoga Allah senantiasa mengabulkan puasa dan amal ibadah lain kita semua. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan do’a.
Saudara-saudara! Malam ini kita telah berada pada malam kedua puluh Ramadhan. Dengan ini dua pertiga Ramadhan telah selesai, tinggal sepertiganya lagi. _*Maka habislah sepuluh malam penuh rahmat dan sepuluh malam penuh maghfirah.*_ _Dengan terbenamnya matahari tanggal dua puluh ini, kita harus menyongsong sepertiga sisanya, yaitu sepuluh malam penuh pembebasan dari api neraka._ *Semoga Allah membebaskan kita dari api neraka berkat karunia dan rahmat Allah swt*.
_Saudara-saudara! Dalam sepuluh malam Ramadhan terakhir ini benar-benar melimpah segala macam kebaikan dan pahala yang besar. *Malam yang paling besar itu adalah Laylatul Qadar*, _yang lebih baik dari pada seribu bulan atau kurang lebih delapan puluh tiga tahun empat bulan_.
_Di dalam sepuluh malam terakhir ini Rasulullah ﷺ sangat giat beribadah, baik Qiyamul Layl, dzikir, do'a dan bangun malam_. _*Tapi beliau lebih giat lagi pada malam Laylatul Qadar, melebihi malam-malam lainnya*_. Begitulah Aisyah ra meriwayatkan:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَجْتَهِدُ فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ مَالاَيَجْتَهِدُ فِيْ غَيْرِهَا (رواه مسلم والترمذي والنسائي وابن ماجة)
_“Rasulullah ﷺ biasa giat dalam sepuluh terakhir, melebihi hari-hari lainnya”._ (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasaai dan Ibnu Majah)
*Beberapa fenomena kegiatan Rasulullah ﷺ dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan antara lain ialah:*
_1. Malam-malam itu beliau semarakkan dengan ibadah melebihi malam-malam lainnya._ Begitulah tegas Aisyah ra:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ العَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَشَدَّ المِئْزَرَ (رواه البخاري ومسلم)
_“Rasulullah ﷺ apabila memasuki sepuluh terakhir bulan Ramadhan, beliau bangun malam, membangunkan keluarga dan menyingsingkan pakaian untuk ibadah dengan meninggalkan hubungan intim suami isteri”._
(HR. Bukhari dan Muslim)
Maksud *Ihyaul Layl* menurut Ibnu Hajar rahimahullah, adalah:
_Bangun malam dengan memperbanyak ibadah kepada Allah swt, karena orang tidur seperti orang mati. Seperti mengerjakan shalat, karena shalat sebaik-baik amal kebaikan dan yang paling utama._
Abdullah ibnu Mas’ud ra meriwayatkan, Rasulullah ﷺ bersabda:
فَضْلُ صَلاَةِ اللَّيْلِ عَلَى صَلاَةِ النَّهَارِ كَفَضْلِ صَدَقَةِ السِّرِّ عَلَى صَدَقَةِ العَلاَنِيَةِ
(رواه الطبراني في الكبير بإسناد حسن)
_“Keutamaan shalat malam terhadap shalat siang hari, seperti keutamaan sedekah sembunyi-sembunyi terhadap shadaqah terang-terangan”_.
(HR. Thabrani dalam Al Kabir dengan Isnad Hasan)
Abu Hurayrah ra meriwayatkan, Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُاللهِ المُحَرَّمِ، وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيْضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ (رواه مسلم)
_“Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan puasa bulan Muharram. Dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam”._ (HR. Muslim).
_Maka sangat dianjurkan pada sepuluh malam penuh barokah ini lebih giat lagi dalam melaksanakan Shalat Qiyamu Layl dan Shalat Tahajjud melebih dua puluh malam yang lalu. Di samping melaksanakan shalat dalam Ihyaul Layl ini hendaklah memperbanyak pahala dengan dzikir, do’a, membaca Al Qur’an, bertadarus, belajar ilmu agama dan ibadah lainnya. Tapi perlu diperhatikan, bahwa Ihyaul Layl bukan berarti tidak tidur semalaman penuh hanya beribadah sehingga tidak tidur sama sekali_. Rasulullah ﷺ belum pernah demikian, tegas Aisyah ra:
مَا عَلِمْتُهُ صلى الله عليه وسلم قَامَ لَيْلَةً حَتَّى الصَّبَاحِ (رواه مسلم)
_“Aku tidak pernah mengetahui beliau ﷺ bangun semalam penuh sampai pagi”_.(HR. Muslim)
_2. Membangunkan isteri untuk ibadah dan Qiyamul Layl._ Begitulah tegas Aisyah ra pada hadits di atas. Juga tutur Zainab binti Ummu Salamah dalam hadits Muhammad bin Nashr :
لمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا بَقِيَ مِنْ رَمَضَانَ عَشْرَةُ أَيَّامٍ يَدَعُ أَحَدًا مِنْ أَهْلِهِ يُطِيْقُ القِيَامَ إِلاَّ أَقَامَهُ (رواه الترمذي)
_“Apabila bulan Ramadhan tinggal sepuluh hari, Nabi saw belum pernah membiarkan seseorang di antara keluarganya yang mampu Qiyamul Layl, melainkan beliau membangun-kannya”._ (HR. Tirmidzi)
عَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُوْقِظُ أَهْلَهُ فِيْ العَشْرِ الأَخِيْرِ مِنْ رَمَضَانَ
(أخرجه الإمام أحمد والترمذي وابن أبي شيبة وأبو يعلى. قال الترمذي: حسن صحيح
_“Dari Ali ra, bahwa Nabi ﷺ biasa membangunkan keluarganya pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan”._
(HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Abi Syaybah dan Abu Ya’la. Kata Tirmidzi: Hasan Shahih).
_3. Menyingsingkan pakaian mencurahkan waktu untuk ibadah dengan meninggalkan hubungan intim suami isteri._
Jadi maksud _*“syaddul mi’zar “* dalam hadits di atas adalah meninggalkan hubungan intim suami isteri. Boleh juga dimaksudkan dengan giat beribadah._
Imam Ibnu Hajar berkata: Pada riwayat Ashim bin Dhamurah disebutkan:
شَدَّ مِئْزَرَهُ وَاعْتَزَلَ النِّسَاءَ
_“Menyingsingkan pakaian dan meninggalkan hubungan suami isteri”._
_4. Beliau beri’tikaf._ Abdullah bin Umar ra meriwayatkan hadits:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ (متفق عليه)
_Rasulullah ﷺ biasa beri’tikaf pada sepuluh malam akhir Ramadlan._
(HR. Bukhari dan Muslim)
وَعَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ تَعَالَى ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعده. (رواه البخاري ومسلم)
_“Dari Aisyah ra bahwa Nabi ﷺ biasa beri’tikaf pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan sampai wafat. Kemudian para isteri beliau beri’tikaf pula sepeninggal beliau”._ (HR. Bukhari dan Muslim).
عَنْ أَبِيْ هُرُيْرُةَ رضي الله عنه قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَعْتَكِفُ فِيْ كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِيْ قُبِضَ فِيْهِ اعْتَكَفَ عِشْرِيْنَ يَوْمًا (رواه البخاري)
Dari Abu Hurayrah ra berkata: _Nabi ﷺ biasa beri’tikaf sepuluh hari setiap Ramadhan. Kemudian beliau beri’tikaf dua puluh hari pada Ramadhan tahun beliau wafat._ (HR. Bukhari)
_I’tikaf pada dasarnya adalah sunnah. Hanya orang banyak lalai padahal pahalanya besar_. Ibnu Abbas ra berkata:
سَمِعْتُ صَاحِبَ هَذَا القَبْرِ صلى الله عليه وسلم وَالعَهْدُ بِهِ قَرِيْبٌ –فَدَمِعَتْ عَيْنَاهُ– وَهُوَ يَقُوْلُ: مَنْ مَشَى فِيْ حَاجَةِ أَخِيْهِ وَبَلَغَ فِيْهَا كَانَ خَيْرًا لَهُ مِنِ اعْتِكَافِ عَشْرِ سِنِيْنَ. وَمَنِ اعْتَكَفَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ تَعَالَى جَعَلَ اللهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ ثَلاَثَ خَنَادِقَ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الخَافِقَيْنِ(رواه الطبراني في الأوسط والبيهقي والحاكم لكن مختصرا وقال: صحيح الإسناد)
_“Aku mendengar penghuni kubur ini (Nabi) ﷺ pada waktu hampir wafatnya bersabda, dengan air mata berlinang: _*“Barangsiapa berjalan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya sampai tercapai, maka baginya lebih baik dari pada beri’tikaf sepuluh tahun.* Dan siapa beri’tikaf sehari karena mencari ridha Allah swt, Allah buatkan tiga sekat parit antara dia dan api neraka lebih jauh dari jarak antara barat dan timur)”._
( HR. Thabrani dalam Al Awsath, Bayhaqi dan Hakim dengan singkat. Kata Hakim: Shahihul Isnad).
_I’tikaf adalah tinggal di masjid dengan tujuan ibadah. Orang beri’tikaf tidurnya juga di masjid selama beri’tikaf, tidak boleh keluar dari masjid kecuali ada hajat mendesak. Seperti membeli makanan, mandi janabah atau lain sebagainya. Begitulah tegas Aisyah ra katanya: Menurut sunnah, orang beri’tikaf tidak boleh membesuki orang sakit, tidak boleh melayat janazah, tidak boleh bercumbu suami-isteri, tidak boleh berhubungan intim suami-isteri dan tidak boleh keluar kecuali sangat terpaksa. Tak ada i’tikaf kecuali berpuasa, dan tak ada i’tikaf kecuali di dalam masjid jami’._ (HR. Abu Dawud).
_Al Hafizh Ibnu Hajar berkata:_ Para perawi hadits ini: La ba’sa bihim. Hanya bagian akhirnya mauquf menurut ketentuan yang rajih.
_Barangsiapa kesulitan untuk beri’tikaf sepuluh malam terakhir penuh, hendaknya beri’tikaf sebagian saja walau sehari, dua hari bahkan setengah hari. Sebab paling sedikitnya i’tikaf hanya sesaat saja_. _Karena itu, barangsiapa pergi ke masjid hendaklah berniat i’tikaf selama dia berada di dalam masjid._ _*Barangsiapa hendak beri’tikaf pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, hendaklah dia memasuki tempat dia beri’tikaf ketika menjelang terbenam matahari pada tanggal dua puluh Ramadhan, lalu pulang setelah shalat Idul Fithri.*_
_Tapi tidak mengapa pula pulang pada malam hari Idul Fithri setelah bulan Ramadhan jelas-jelas habis._
_I’tikaf hanya dapat dilakukan di masjid, lebih utama lagi di Masjid Jami’._ _Masjid yang paling baik untuk i’tikaf dan ibadah lainnya adalah Masjidil Haram Makkah Al Mukarramah, lalu Masjid Nabawi Madinah Munawwarah, lalu Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis Palestina._ _Semoga Allah cepat melepaskannya dari kekuasaan non muslim yang telah merampasnya._
_*Orang beri’tikaf hendaknya mencurahkan waktu untuk membaca dan menghafal Al Qur'an, membaca dan mempelajarinya, belajar ilmu dan mengulanginya, berdzikir, shalat dan lainnya. Orang beri’tikaf seyogianya menjauhi hal-hal yang kurang penting.*_ Rasulullah ﷺ bersabda:
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ (رواه الترمذي والإمام أحمد والطبراني في الأوسط والحاكم وهو حديث صحيح)
_“Diantara baiknya nilai Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna bagi dia”._
(HR. Tirmidzi, Imam Ahmad, Thabrani dalam Al Awsath dan Al Hakim. Hadits ini Hadits Shahih).
_*Orang beri’tikaf juga seyogianya tidak banyak bicara selain dzikir kepada Allah. Tapi bukan berarti harus membisu, karena membisu tidak disyari’atkan dalam Islam. Apabila seorang beri’tikaf keluar masjid tanpa ada kebutuhan mendesak, maka i’tikafnya putus. Karena itu, setelah kembali harus berniat ulang dengan i’tikaf baru.*_
اللَّهُمَّ وَفِّقْنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى ، وَارْزُقْنَا الاِجْتِهَادَ فِيْ طَاعَتِكَ وَعِبَادَتِكَ ، وَتَقَبَّلْ مِنَّا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ .
_Wahai Allah, berilah kami bimbingan menuju sesuatu yang Engkau cintai dan Engkau senangi. Dan berilah kami rizki kegigihan dalam berbuat taat dan ibadah kepada Engkau. Dan terimalah persembahan kami, dengan ramat-Mu, hai Dzat Yang Maha Pengasihnya semua pengasih._
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى خَاتَمِ أَنْبِيَائِهِ وَرُسُلِهِ سَيِّدنَِا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Oleh : KH. AHMAD SJINQITHY DJAMALUDIN
ِبسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى الْمَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ َأصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Malam ini kita telah sampai kepada Kultum Ramadhan Kedua puluh, sekaligus pada malam Kedua puluh pula. Semoga Allah senantiasa mengabulkan puasa dan amal ibadah lain kita semua. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan do’a.
Saudara-saudara! Malam ini kita telah berada pada malam kedua puluh Ramadhan. Dengan ini dua pertiga Ramadhan telah selesai, tinggal sepertiganya lagi. _*Maka habislah sepuluh malam penuh rahmat dan sepuluh malam penuh maghfirah.*_ _Dengan terbenamnya matahari tanggal dua puluh ini, kita harus menyongsong sepertiga sisanya, yaitu sepuluh malam penuh pembebasan dari api neraka._ *Semoga Allah membebaskan kita dari api neraka berkat karunia dan rahmat Allah swt*.
_Saudara-saudara! Dalam sepuluh malam Ramadhan terakhir ini benar-benar melimpah segala macam kebaikan dan pahala yang besar. *Malam yang paling besar itu adalah Laylatul Qadar*, _yang lebih baik dari pada seribu bulan atau kurang lebih delapan puluh tiga tahun empat bulan_.
_Di dalam sepuluh malam terakhir ini Rasulullah ﷺ sangat giat beribadah, baik Qiyamul Layl, dzikir, do'a dan bangun malam_. _*Tapi beliau lebih giat lagi pada malam Laylatul Qadar, melebihi malam-malam lainnya*_. Begitulah Aisyah ra meriwayatkan:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَجْتَهِدُ فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ مَالاَيَجْتَهِدُ فِيْ غَيْرِهَا (رواه مسلم والترمذي والنسائي وابن ماجة)
_“Rasulullah ﷺ biasa giat dalam sepuluh terakhir, melebihi hari-hari lainnya”._ (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasaai dan Ibnu Majah)
*Beberapa fenomena kegiatan Rasulullah ﷺ dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan antara lain ialah:*
_1. Malam-malam itu beliau semarakkan dengan ibadah melebihi malam-malam lainnya._ Begitulah tegas Aisyah ra:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ العَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَشَدَّ المِئْزَرَ (رواه البخاري ومسلم)
_“Rasulullah ﷺ apabila memasuki sepuluh terakhir bulan Ramadhan, beliau bangun malam, membangunkan keluarga dan menyingsingkan pakaian untuk ibadah dengan meninggalkan hubungan intim suami isteri”._
(HR. Bukhari dan Muslim)
Maksud *Ihyaul Layl* menurut Ibnu Hajar rahimahullah, adalah:
_Bangun malam dengan memperbanyak ibadah kepada Allah swt, karena orang tidur seperti orang mati. Seperti mengerjakan shalat, karena shalat sebaik-baik amal kebaikan dan yang paling utama._
Abdullah ibnu Mas’ud ra meriwayatkan, Rasulullah ﷺ bersabda:
فَضْلُ صَلاَةِ اللَّيْلِ عَلَى صَلاَةِ النَّهَارِ كَفَضْلِ صَدَقَةِ السِّرِّ عَلَى صَدَقَةِ العَلاَنِيَةِ
(رواه الطبراني في الكبير بإسناد حسن)
_“Keutamaan shalat malam terhadap shalat siang hari, seperti keutamaan sedekah sembunyi-sembunyi terhadap shadaqah terang-terangan”_.
(HR. Thabrani dalam Al Kabir dengan Isnad Hasan)
Abu Hurayrah ra meriwayatkan, Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُاللهِ المُحَرَّمِ، وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيْضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ (رواه مسلم)
_“Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan puasa bulan Muharram. Dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam”._ (HR. Muslim).
_Maka sangat dianjurkan pada sepuluh malam penuh barokah ini lebih giat lagi dalam melaksanakan Shalat Qiyamu Layl dan Shalat Tahajjud melebih dua puluh malam yang lalu. Di samping melaksanakan shalat dalam Ihyaul Layl ini hendaklah memperbanyak pahala dengan dzikir, do’a, membaca Al Qur’an, bertadarus, belajar ilmu agama dan ibadah lainnya. Tapi perlu diperhatikan, bahwa Ihyaul Layl bukan berarti tidak tidur semalaman penuh hanya beribadah sehingga tidak tidur sama sekali_. Rasulullah ﷺ belum pernah demikian, tegas Aisyah ra:
مَا عَلِمْتُهُ صلى الله عليه وسلم قَامَ لَيْلَةً حَتَّى الصَّبَاحِ (رواه مسلم)
_“Aku tidak pernah mengetahui beliau ﷺ bangun semalam penuh sampai pagi”_.(HR. Muslim)
_2. Membangunkan isteri untuk ibadah dan Qiyamul Layl._ Begitulah tegas Aisyah ra pada hadits di atas. Juga tutur Zainab binti Ummu Salamah dalam hadits Muhammad bin Nashr :
لمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا بَقِيَ مِنْ رَمَضَانَ عَشْرَةُ أَيَّامٍ يَدَعُ أَحَدًا مِنْ أَهْلِهِ يُطِيْقُ القِيَامَ إِلاَّ أَقَامَهُ (رواه الترمذي)
_“Apabila bulan Ramadhan tinggal sepuluh hari, Nabi saw belum pernah membiarkan seseorang di antara keluarganya yang mampu Qiyamul Layl, melainkan beliau membangun-kannya”._ (HR. Tirmidzi)
عَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُوْقِظُ أَهْلَهُ فِيْ العَشْرِ الأَخِيْرِ مِنْ رَمَضَانَ
(أخرجه الإمام أحمد والترمذي وابن أبي شيبة وأبو يعلى. قال الترمذي: حسن صحيح
_“Dari Ali ra, bahwa Nabi ﷺ biasa membangunkan keluarganya pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan”._
(HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Abi Syaybah dan Abu Ya’la. Kata Tirmidzi: Hasan Shahih).
_3. Menyingsingkan pakaian mencurahkan waktu untuk ibadah dengan meninggalkan hubungan intim suami isteri._
Jadi maksud _*“syaddul mi’zar “* dalam hadits di atas adalah meninggalkan hubungan intim suami isteri. Boleh juga dimaksudkan dengan giat beribadah._
Imam Ibnu Hajar berkata: Pada riwayat Ashim bin Dhamurah disebutkan:
شَدَّ مِئْزَرَهُ وَاعْتَزَلَ النِّسَاءَ
_“Menyingsingkan pakaian dan meninggalkan hubungan suami isteri”._
_4. Beliau beri’tikaf._ Abdullah bin Umar ra meriwayatkan hadits:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ (متفق عليه)
_Rasulullah ﷺ biasa beri’tikaf pada sepuluh malam akhir Ramadlan._
(HR. Bukhari dan Muslim)
وَعَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ تَعَالَى ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعده. (رواه البخاري ومسلم)
_“Dari Aisyah ra bahwa Nabi ﷺ biasa beri’tikaf pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan sampai wafat. Kemudian para isteri beliau beri’tikaf pula sepeninggal beliau”._ (HR. Bukhari dan Muslim).
عَنْ أَبِيْ هُرُيْرُةَ رضي الله عنه قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَعْتَكِفُ فِيْ كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِيْ قُبِضَ فِيْهِ اعْتَكَفَ عِشْرِيْنَ يَوْمًا (رواه البخاري)
Dari Abu Hurayrah ra berkata: _Nabi ﷺ biasa beri’tikaf sepuluh hari setiap Ramadhan. Kemudian beliau beri’tikaf dua puluh hari pada Ramadhan tahun beliau wafat._ (HR. Bukhari)
_I’tikaf pada dasarnya adalah sunnah. Hanya orang banyak lalai padahal pahalanya besar_. Ibnu Abbas ra berkata:
سَمِعْتُ صَاحِبَ هَذَا القَبْرِ صلى الله عليه وسلم وَالعَهْدُ بِهِ قَرِيْبٌ –فَدَمِعَتْ عَيْنَاهُ– وَهُوَ يَقُوْلُ: مَنْ مَشَى فِيْ حَاجَةِ أَخِيْهِ وَبَلَغَ فِيْهَا كَانَ خَيْرًا لَهُ مِنِ اعْتِكَافِ عَشْرِ سِنِيْنَ. وَمَنِ اعْتَكَفَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ تَعَالَى جَعَلَ اللهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ ثَلاَثَ خَنَادِقَ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الخَافِقَيْنِ(رواه الطبراني في الأوسط والبيهقي والحاكم لكن مختصرا وقال: صحيح الإسناد)
_“Aku mendengar penghuni kubur ini (Nabi) ﷺ pada waktu hampir wafatnya bersabda, dengan air mata berlinang: _*“Barangsiapa berjalan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya sampai tercapai, maka baginya lebih baik dari pada beri’tikaf sepuluh tahun.* Dan siapa beri’tikaf sehari karena mencari ridha Allah swt, Allah buatkan tiga sekat parit antara dia dan api neraka lebih jauh dari jarak antara barat dan timur)”._
( HR. Thabrani dalam Al Awsath, Bayhaqi dan Hakim dengan singkat. Kata Hakim: Shahihul Isnad).
_I’tikaf adalah tinggal di masjid dengan tujuan ibadah. Orang beri’tikaf tidurnya juga di masjid selama beri’tikaf, tidak boleh keluar dari masjid kecuali ada hajat mendesak. Seperti membeli makanan, mandi janabah atau lain sebagainya. Begitulah tegas Aisyah ra katanya: Menurut sunnah, orang beri’tikaf tidak boleh membesuki orang sakit, tidak boleh melayat janazah, tidak boleh bercumbu suami-isteri, tidak boleh berhubungan intim suami-isteri dan tidak boleh keluar kecuali sangat terpaksa. Tak ada i’tikaf kecuali berpuasa, dan tak ada i’tikaf kecuali di dalam masjid jami’._ (HR. Abu Dawud).
_Al Hafizh Ibnu Hajar berkata:_ Para perawi hadits ini: La ba’sa bihim. Hanya bagian akhirnya mauquf menurut ketentuan yang rajih.
_Barangsiapa kesulitan untuk beri’tikaf sepuluh malam terakhir penuh, hendaknya beri’tikaf sebagian saja walau sehari, dua hari bahkan setengah hari. Sebab paling sedikitnya i’tikaf hanya sesaat saja_. _Karena itu, barangsiapa pergi ke masjid hendaklah berniat i’tikaf selama dia berada di dalam masjid._ _*Barangsiapa hendak beri’tikaf pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, hendaklah dia memasuki tempat dia beri’tikaf ketika menjelang terbenam matahari pada tanggal dua puluh Ramadhan, lalu pulang setelah shalat Idul Fithri.*_
_Tapi tidak mengapa pula pulang pada malam hari Idul Fithri setelah bulan Ramadhan jelas-jelas habis._
_I’tikaf hanya dapat dilakukan di masjid, lebih utama lagi di Masjid Jami’._ _Masjid yang paling baik untuk i’tikaf dan ibadah lainnya adalah Masjidil Haram Makkah Al Mukarramah, lalu Masjid Nabawi Madinah Munawwarah, lalu Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis Palestina._ _Semoga Allah cepat melepaskannya dari kekuasaan non muslim yang telah merampasnya._
_*Orang beri’tikaf hendaknya mencurahkan waktu untuk membaca dan menghafal Al Qur'an, membaca dan mempelajarinya, belajar ilmu dan mengulanginya, berdzikir, shalat dan lainnya. Orang beri’tikaf seyogianya menjauhi hal-hal yang kurang penting.*_ Rasulullah ﷺ bersabda:
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ (رواه الترمذي والإمام أحمد والطبراني في الأوسط والحاكم وهو حديث صحيح)
_“Diantara baiknya nilai Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna bagi dia”._
(HR. Tirmidzi, Imam Ahmad, Thabrani dalam Al Awsath dan Al Hakim. Hadits ini Hadits Shahih).
_*Orang beri’tikaf juga seyogianya tidak banyak bicara selain dzikir kepada Allah. Tapi bukan berarti harus membisu, karena membisu tidak disyari’atkan dalam Islam. Apabila seorang beri’tikaf keluar masjid tanpa ada kebutuhan mendesak, maka i’tikafnya putus. Karena itu, setelah kembali harus berniat ulang dengan i’tikaf baru.*_
اللَّهُمَّ وَفِّقْنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى ، وَارْزُقْنَا الاِجْتِهَادَ فِيْ طَاعَتِكَ وَعِبَادَتِكَ ، وَتَقَبَّلْ مِنَّا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ .
_Wahai Allah, berilah kami bimbingan menuju sesuatu yang Engkau cintai dan Engkau senangi. Dan berilah kami rizki kegigihan dalam berbuat taat dan ibadah kepada Engkau. Dan terimalah persembahan kami, dengan ramat-Mu, hai Dzat Yang Maha Pengasihnya semua pengasih._
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى خَاتَمِ أَنْبِيَائِهِ وَرُسُلِهِ سَيِّدنَِا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Oleh : KH. AHMAD SJINQITHY DJAMALUDIN
No comments:
Post a Comment