*KULTUM MALAM KEDUA PULUH LIMA*
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ . وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ الْمَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آِلهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
Malam ini kita telah sampai kepada Kultum Ramadhan Kedua puluh lima, sekaligus pada malam Kedua puluh lima pula. Semoga Allah senantiasa mengabulkan puasa dan amal ibadah lain kita semua. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan do’a.
Saudara-saudara!
_*Banyak sekali pintu-pintu gerbang menuju amal kebajikan dalam bulan Ramadhan ini. Salah satu di antaranya adalah melaksanakan umroh, sebab sekali umroh di bulan Ramadhan pahalanya sebanding dengan sekali haji bersama Rasululah ﷺ .*_ Begitulah tegas dalam hadits-hadits shahih, antara lain Ibnu Abbas ra berkata:
لَمَّا رَجَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مِنْ حَجَّتِهِ قَالَ ِلأُمِّ سِنَانٍ الأََنْصَارِيَّةِ : مَا مَنَعَكِ مِنَ الحَجِّ ؟ قَالَتْ : أَبُوْ فُلاَنٍ – تعني زوجها – كَانَ لَنَا نَاضِحَانِ حَجَّ عَلَى أَحَدِهِمَا ، وَالآخَرُ يَسْقِيْ أَرْضًا لَنَا قَالَ: فَإِنَّ عُمْرَةً فِيْ رَمَضَانَ تَقْضِيْ حَجَّةً مَعِيْ .(رواه البخاري ومسلم وهذا لفظ البخاري)
_Ketika Nabi ﷺ pulang haji, beliau bertanya kepada Ummu Sinan Al Anshariyah ra: *“Apa yang membuatmu tidak naik haji?”* Jawabnya: *“Kami mempunyai dua ekor unta angkut air. Satu ekor dibawa naik haji oleh Abu Fulan (maksud dia suaminya), sedang satu ekor lainnya menyiram kebun kami”*. Beliau bersabda: *“Sesungguhnya sekali umrah di bulan Ramadhan, menggantikan sekali haji bersamaku”.*_
(HR. Bukhari dan Muslim. Ini lafal Bukhari)
_Ketika Rasulullah ﷺ melaksanakan Haji Wada’, Ummu Ma’qil ra berkata bahwa dia mempunyai seekor unta. Tapi oleh Abu Ma’qil hanya diperuntukkan keperluan fi sabilillah. Mereka berdua tidak ikut Haji Wada’ karena jatuh sakit, sampai Abu Ma’qil meninggal. Setelah Rasulullah ﷺ pulang dari haji, beliau bertanya: “Hai Ummu Ma’qil, mengapa kamu tidak pergi haji bersama kami?” Jawab Ummu Ma’qil: “Hai Rasulullah, sebenarnya kami telah siap, tapi Abu Ma’qil meninggal. Kami mempunyai seekor unta. Hanya itulah yang dapat kami pergunakan untuk naik haji. Tapi wasiat Abu Ma’qil unta itu hanya untuk sabilillah”_. Beliau bersabda: _“Mengapa kamu tidak pergi haji saja, sebab haji itu juga fi sabilillah?!. Kalau begitu, karena haji kamu tertinggal, ber-umrah-lah di bulan Ramadhan. Sesungguhnya umroh Ramadhan itu seperti haji”._
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Khuzaymah secara ringkas dan Nasaai dengan lafal yang sama. Kata Tirmidzi: Hadits Hasan Gharib)
Abu Thulayq ra juga berkata kepada Nabi ﷺ :
فَمَا يَعْدِلُ الحَجَّ مَعَكَ؟ قَالَ: عُمْرَةٌ فِيْ رَمَضَانَ (رواه البزار والطبراني في الكبير بإسناد جيد)
_“Apakah yang setara dengan haji bersama engkau? Beliau menjawab: *Umroh di bulan Ramadhan”.*_ (HR. Bazzar dan Thabrani dalam Al Kabir dengan Isnad Jayyid).
_*Inilah karunia dan ni’mat Allah, khusus kepada umat Islam. Pahala haji dapat diperoleh dengan manasik umroh di bulan Ramadhan.*_ _Apabila haji hanya terbatas dalam satu tahun satu kali tidak dapat lebih, maka umroh di bulan Ramadhan dapat diulang berkali-kali. Walau hal ini Fuqaha’ beragam pendapat._ *Sebagian menyatakan makruh umroh berkali-kali, tapi sebagian lainnya menyatakan mustahab, dengan dasar mereka masing-masing.* (Bisa dibaca buku kami: _Menuju Kesatuan Faham Tentang Madzhab_. Bina Ilmu Surabaya 1985).
*Dalam hal ini, umroh di hari-hari bulan Ramadhan sepanjang bulannya hukumnya sama, sebab tidak ada pernyataan istimewa lain dari Rasulullah ﷺ selain pada Laylatul Qadar untuk semua macam bentuk ibadah secara umum. Maka umroh pada tanggal satu Ramadhan sama hukumnya dengan umroh di akhir Ramadhan.* _Mengistimewakan umroh pada tanggal dua puluh tujuh tidak mempunyai sumber dasar khusus tapi mengacu kepada kemungkinan turunnya Laylatul Qadar agar memperoleh keutamaan._ _Biasanya pada malam dua puluh tujuh sangat padat, sehingga berdesak-desakan antara pria dan wanita ketika melakukan thawaf dan sa’i di Masjidil Haram. Maka dalam hal ini kalau terjadi, maka lebih baik umrohnya ditunda dilaksanakan pada malam lain_.
_Begitulah menurut pendapat yang kuat dengan beberapa alasan_:
_*Berdesak-desakan ketika melaksanakan umroh karena menuju satu titik, yaitu tanggal dua puluh tujuh Ramadhan* sehingga saling dorong mendorong dan menyakiti orang lain, *adalah hal yang dilarang oleh agama.*_
_*Bercampurnya pria dan wanita dalam sikon yang sangat padat adalah merupakan suatu hal yang harus diupayakan agar pria dan wanita bukan muhrim tidak saling bersentuhan.*_
_*Berdesak-desakan dalam sikon yang amat padat menyebabkan panik dan letih, bahkan jauh lebih banyak makan waktu dan energi, hal yang demikian itu tidak diperkenankan oleh syari’at Islam.*_
_*Berdesak-desakan dalam sikon yang amat padat di malam dua puluh tujuh Ramadhan,* membuat orang lain umroh tidak khusyu’. Baik ketika thawaf, sa’i, do’a dan dzikir. Sehingga pada waktu itu dia tidak dapat konsentrasi karena melindungi diri dan keluarga dari desakan dan gangguan orang._
_*Berdasarkan semua itu, kami berpesan kepada saudara-saudara kaum muslimin yang ber'umrah di bulan Ramadhan, agar tidak melakukan umroh hanya bertujuan pada satu titik di malam dua puluh tujuh Ramadhan saja,kalau menimbulkan dharurat besar, tapi pilihlah malam yang lain, yang dapat memungkinkan melakukan umroh dengan lapang sehingga berdo’a dan berdzikir ketika melakukan thawaf dan sa’i, penuh khusyu’ dan konsentrasi, tidak mendapatkan gangguan atau bahkan mengganggu orang lain karena berdesak-desakan.*_
_*Satu hal yang perlu diperhatikan juga, bahwa umroh tidak ditentukan waktunya.* Apabila seseorang berihram untuk umroh, setelah ke Masjidil Haram ternyata di tempat thawaf atau sa’i sangat padat, *maka tidak boleh bertahallul dan menggagalkan umrohnya. Tapi dia harus tetap berihram sampai dapat menyelesaikan manasik umroh. Kalau tidak bisa pada hari itu, boleh hari berikutnya atau setelahnya, atau seminggu setelahnya bahkan lebih dari itu. Yang penting, dia tidak boleh bertahallul dari ihram kecuali setelah menunaikan umrah.*_
_Hal lain yang perlu diperhatikan juga, berdo’a atau dzikir ketika thawaf dan sa’i, tidak boleh mengangkat suara sampai mengganggu orang lain. Semacam ini banyak terjadi, pada hal Rasulullah ﷺ melarangnya. Abu Musa Al Asy’ari ra meriwayatkan, bahwa dia pernah dalam suatu perjalanan bersama Nabi ﷺ Kata dia: _Ketika mendekati lembah kami membaca tahlil dan takbir. Suara kami keras._
Lalu Nabi ﷺ bersabda:
يَاأَيَُهَا النَّاسُ، اِرْبَعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، فَإِنَّكُمْ لاَتَدْعُوْنَ أَصَمَّ وَلاََغَائِبًا. إِنَّهُ مَعَكُمْ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ . (رواه البخاري ومسلم)
_“Saudara-saudara! Sayangilah dirimu. Sesungguhnya kamu tidak memanggil orang tuli, tidak pula orang jauh. Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat"._ (HR. Bukhari dan Muslim).
ا ُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَيُحِبُّ المُعْتَدِيْنَ (الأعراف: 5)
_“Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lemah lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”._
(QS. Al A’raf, 7:55)
Hasan Bashri رحمه الله berkata: _Orang-orang ketika berdo’a ada yang berdo’a besungguh-sungguh, juga ada yang tidak terdengar sama sekali suaranya, seolah hanya berbisik-bisik dengan Tuhan mereka. Karena itu Allah perintahkan cara berdo’a sebagaimana dalam ayat ini. Juga Allah menyebutkan cara berdo’a Nabi Zakariya seorang hamba shalih yang disenangi perbuatannya,_ yaitu:
إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا (مريم : 3)
_“Ketika ia berdo’a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut”_ (QS. Maryam, 19:3)
_Hal yang perlu diperhatikan juga, bahwa do’a-do’a dalam buku-buku tuntunan haji dan umroh yang beredar di pasaran tidak menjadi syarat dan rukun yang harus dibaca oleh para jamaah umroh sehingga kalau tidak dibaca dianggapnya tidak shah. Sebab umroh tidak mempunyai do’a-do’a khusus yang wajib dibaca setiap putaran. Karena itu ketika thawaf dan sa’i cukup berdo’a sesuai kemampuannya. *Lebih-lebih banyak jamaah yang tidak bisa membaca dengan baik, sehingga boleh jadi dia keliru baca sampai merubah arti dan maksudnya. Apalagi bukan orang Arab, seperti yang banyak ditemui dilapangan yg huruf (ح) dibaca (خ) huruf (س) dibaca (ث)dan lain sebagainya. Inilah antara lain yang disebutkan do’a berlebih-lebihan di dalam Al Qur’an surat Al A’raf 55. Ulangi Kultum Malam Kesembilan Belas. Maka ketika thawaf cukuplah berdo’a yang hafal saja, diulang-ulang, atau membaca Al Qur’an, atau membaca dzikir Al Qur’an atau Sunnah.*_ Seperti:
سُبْحاَنَ اللهِ وَالحَمْدُ ِللهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ .وَلاَ حَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ .
_*“Subhaanallaahi wal hamdulillaahi wa laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Wa laa hawla wa laa quwwata ilaa billaahi*-Maha Suci Allah. Segala puji bagiAllah. Dan tiada tuhan selain Allah. Allah Maha Besar. Tiada daya untuk menghindar dari kemaksiatan dan tiada upaya untuk melaksanakan ibadah kecuali dengan pertolngan Allah”._
سُبْحاَنَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحاَنَ اللهِ العَظِيْمِ .
_*“Subhaanallaahi wa bihamdih. Subhaanallaahil azhiim*-Maha Suci Allah dan dengan memuji-Nya, Maha Suci Alah Yang Agung”._
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ ، وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ
_*“Laa ilaaha illallaahu wahdah, anjaza wa’dah, wa nashara ‘abdah, wa hazamal ahzaaba wahdah*-Tiada tuhan selain Allah satu-satu-Nya, Yang menerapkan janji-Nya, membela hamba-Nya dan menghancurkan pasukan-pasukan musuh dengan sendiri-Nya”._
رَبَّنَا آتَنَا فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (رواه البخاري ومسلم)
_*“Robbanaa aatinaa fid dun-yaa hasanah, wa fil aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaababn naar*-
_Wahai Tuhan kami! Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Dan selamatkanlah kami dari siksa api neraka”._
اللَّهُمَّ فَقِّهْنَا فِي دِيْنِنَا وَعَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا وَانْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا وَارْزُقْنَا العَمَلَ بِالعِلْمِ مَعَ الإِخْلاَصِ لِوَجْهِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
_“Wahai Allah! Berilah kami pengertian tentang agama kami dan ilmu yang bermanfaat kepada kami. Dan manfaatkanlah kepada kami ilmu yang telah Engkau berikan kepada kami. Berilah kami rizki mengamalkan ilmu itu dengan ikhlas untuk Engkau, wahai Maha Penyayangnya semua penyayang”._
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى خَاتَمِ أَنْبِيَائِهِ وَرُسُلِهِ سَيِّدنَِا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Oleh : KH. AHMAD SJINQITHY DJAMALUDIN
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ . وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ الْمَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آِلهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
Malam ini kita telah sampai kepada Kultum Ramadhan Kedua puluh lima, sekaligus pada malam Kedua puluh lima pula. Semoga Allah senantiasa mengabulkan puasa dan amal ibadah lain kita semua. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan do’a.
Saudara-saudara!
_*Banyak sekali pintu-pintu gerbang menuju amal kebajikan dalam bulan Ramadhan ini. Salah satu di antaranya adalah melaksanakan umroh, sebab sekali umroh di bulan Ramadhan pahalanya sebanding dengan sekali haji bersama Rasululah ﷺ .*_ Begitulah tegas dalam hadits-hadits shahih, antara lain Ibnu Abbas ra berkata:
لَمَّا رَجَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مِنْ حَجَّتِهِ قَالَ ِلأُمِّ سِنَانٍ الأََنْصَارِيَّةِ : مَا مَنَعَكِ مِنَ الحَجِّ ؟ قَالَتْ : أَبُوْ فُلاَنٍ – تعني زوجها – كَانَ لَنَا نَاضِحَانِ حَجَّ عَلَى أَحَدِهِمَا ، وَالآخَرُ يَسْقِيْ أَرْضًا لَنَا قَالَ: فَإِنَّ عُمْرَةً فِيْ رَمَضَانَ تَقْضِيْ حَجَّةً مَعِيْ .(رواه البخاري ومسلم وهذا لفظ البخاري)
_Ketika Nabi ﷺ pulang haji, beliau bertanya kepada Ummu Sinan Al Anshariyah ra: *“Apa yang membuatmu tidak naik haji?”* Jawabnya: *“Kami mempunyai dua ekor unta angkut air. Satu ekor dibawa naik haji oleh Abu Fulan (maksud dia suaminya), sedang satu ekor lainnya menyiram kebun kami”*. Beliau bersabda: *“Sesungguhnya sekali umrah di bulan Ramadhan, menggantikan sekali haji bersamaku”.*_
(HR. Bukhari dan Muslim. Ini lafal Bukhari)
_Ketika Rasulullah ﷺ melaksanakan Haji Wada’, Ummu Ma’qil ra berkata bahwa dia mempunyai seekor unta. Tapi oleh Abu Ma’qil hanya diperuntukkan keperluan fi sabilillah. Mereka berdua tidak ikut Haji Wada’ karena jatuh sakit, sampai Abu Ma’qil meninggal. Setelah Rasulullah ﷺ pulang dari haji, beliau bertanya: “Hai Ummu Ma’qil, mengapa kamu tidak pergi haji bersama kami?” Jawab Ummu Ma’qil: “Hai Rasulullah, sebenarnya kami telah siap, tapi Abu Ma’qil meninggal. Kami mempunyai seekor unta. Hanya itulah yang dapat kami pergunakan untuk naik haji. Tapi wasiat Abu Ma’qil unta itu hanya untuk sabilillah”_. Beliau bersabda: _“Mengapa kamu tidak pergi haji saja, sebab haji itu juga fi sabilillah?!. Kalau begitu, karena haji kamu tertinggal, ber-umrah-lah di bulan Ramadhan. Sesungguhnya umroh Ramadhan itu seperti haji”._
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Khuzaymah secara ringkas dan Nasaai dengan lafal yang sama. Kata Tirmidzi: Hadits Hasan Gharib)
Abu Thulayq ra juga berkata kepada Nabi ﷺ :
فَمَا يَعْدِلُ الحَجَّ مَعَكَ؟ قَالَ: عُمْرَةٌ فِيْ رَمَضَانَ (رواه البزار والطبراني في الكبير بإسناد جيد)
_“Apakah yang setara dengan haji bersama engkau? Beliau menjawab: *Umroh di bulan Ramadhan”.*_ (HR. Bazzar dan Thabrani dalam Al Kabir dengan Isnad Jayyid).
_*Inilah karunia dan ni’mat Allah, khusus kepada umat Islam. Pahala haji dapat diperoleh dengan manasik umroh di bulan Ramadhan.*_ _Apabila haji hanya terbatas dalam satu tahun satu kali tidak dapat lebih, maka umroh di bulan Ramadhan dapat diulang berkali-kali. Walau hal ini Fuqaha’ beragam pendapat._ *Sebagian menyatakan makruh umroh berkali-kali, tapi sebagian lainnya menyatakan mustahab, dengan dasar mereka masing-masing.* (Bisa dibaca buku kami: _Menuju Kesatuan Faham Tentang Madzhab_. Bina Ilmu Surabaya 1985).
*Dalam hal ini, umroh di hari-hari bulan Ramadhan sepanjang bulannya hukumnya sama, sebab tidak ada pernyataan istimewa lain dari Rasulullah ﷺ selain pada Laylatul Qadar untuk semua macam bentuk ibadah secara umum. Maka umroh pada tanggal satu Ramadhan sama hukumnya dengan umroh di akhir Ramadhan.* _Mengistimewakan umroh pada tanggal dua puluh tujuh tidak mempunyai sumber dasar khusus tapi mengacu kepada kemungkinan turunnya Laylatul Qadar agar memperoleh keutamaan._ _Biasanya pada malam dua puluh tujuh sangat padat, sehingga berdesak-desakan antara pria dan wanita ketika melakukan thawaf dan sa’i di Masjidil Haram. Maka dalam hal ini kalau terjadi, maka lebih baik umrohnya ditunda dilaksanakan pada malam lain_.
_Begitulah menurut pendapat yang kuat dengan beberapa alasan_:
_*Berdesak-desakan ketika melaksanakan umroh karena menuju satu titik, yaitu tanggal dua puluh tujuh Ramadhan* sehingga saling dorong mendorong dan menyakiti orang lain, *adalah hal yang dilarang oleh agama.*_
_*Bercampurnya pria dan wanita dalam sikon yang sangat padat adalah merupakan suatu hal yang harus diupayakan agar pria dan wanita bukan muhrim tidak saling bersentuhan.*_
_*Berdesak-desakan dalam sikon yang amat padat menyebabkan panik dan letih, bahkan jauh lebih banyak makan waktu dan energi, hal yang demikian itu tidak diperkenankan oleh syari’at Islam.*_
_*Berdesak-desakan dalam sikon yang amat padat di malam dua puluh tujuh Ramadhan,* membuat orang lain umroh tidak khusyu’. Baik ketika thawaf, sa’i, do’a dan dzikir. Sehingga pada waktu itu dia tidak dapat konsentrasi karena melindungi diri dan keluarga dari desakan dan gangguan orang._
_*Berdasarkan semua itu, kami berpesan kepada saudara-saudara kaum muslimin yang ber'umrah di bulan Ramadhan, agar tidak melakukan umroh hanya bertujuan pada satu titik di malam dua puluh tujuh Ramadhan saja,kalau menimbulkan dharurat besar, tapi pilihlah malam yang lain, yang dapat memungkinkan melakukan umroh dengan lapang sehingga berdo’a dan berdzikir ketika melakukan thawaf dan sa’i, penuh khusyu’ dan konsentrasi, tidak mendapatkan gangguan atau bahkan mengganggu orang lain karena berdesak-desakan.*_
_*Satu hal yang perlu diperhatikan juga, bahwa umroh tidak ditentukan waktunya.* Apabila seseorang berihram untuk umroh, setelah ke Masjidil Haram ternyata di tempat thawaf atau sa’i sangat padat, *maka tidak boleh bertahallul dan menggagalkan umrohnya. Tapi dia harus tetap berihram sampai dapat menyelesaikan manasik umroh. Kalau tidak bisa pada hari itu, boleh hari berikutnya atau setelahnya, atau seminggu setelahnya bahkan lebih dari itu. Yang penting, dia tidak boleh bertahallul dari ihram kecuali setelah menunaikan umrah.*_
_Hal lain yang perlu diperhatikan juga, berdo’a atau dzikir ketika thawaf dan sa’i, tidak boleh mengangkat suara sampai mengganggu orang lain. Semacam ini banyak terjadi, pada hal Rasulullah ﷺ melarangnya. Abu Musa Al Asy’ari ra meriwayatkan, bahwa dia pernah dalam suatu perjalanan bersama Nabi ﷺ Kata dia: _Ketika mendekati lembah kami membaca tahlil dan takbir. Suara kami keras._
Lalu Nabi ﷺ bersabda:
يَاأَيَُهَا النَّاسُ، اِرْبَعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، فَإِنَّكُمْ لاَتَدْعُوْنَ أَصَمَّ وَلاََغَائِبًا. إِنَّهُ مَعَكُمْ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ . (رواه البخاري ومسلم)
_“Saudara-saudara! Sayangilah dirimu. Sesungguhnya kamu tidak memanggil orang tuli, tidak pula orang jauh. Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat"._ (HR. Bukhari dan Muslim).
ا ُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَيُحِبُّ المُعْتَدِيْنَ (الأعراف: 5)
_“Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lemah lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”._
(QS. Al A’raf, 7:55)
Hasan Bashri رحمه الله berkata: _Orang-orang ketika berdo’a ada yang berdo’a besungguh-sungguh, juga ada yang tidak terdengar sama sekali suaranya, seolah hanya berbisik-bisik dengan Tuhan mereka. Karena itu Allah perintahkan cara berdo’a sebagaimana dalam ayat ini. Juga Allah menyebutkan cara berdo’a Nabi Zakariya seorang hamba shalih yang disenangi perbuatannya,_ yaitu:
إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا (مريم : 3)
_“Ketika ia berdo’a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut”_ (QS. Maryam, 19:3)
_Hal yang perlu diperhatikan juga, bahwa do’a-do’a dalam buku-buku tuntunan haji dan umroh yang beredar di pasaran tidak menjadi syarat dan rukun yang harus dibaca oleh para jamaah umroh sehingga kalau tidak dibaca dianggapnya tidak shah. Sebab umroh tidak mempunyai do’a-do’a khusus yang wajib dibaca setiap putaran. Karena itu ketika thawaf dan sa’i cukup berdo’a sesuai kemampuannya. *Lebih-lebih banyak jamaah yang tidak bisa membaca dengan baik, sehingga boleh jadi dia keliru baca sampai merubah arti dan maksudnya. Apalagi bukan orang Arab, seperti yang banyak ditemui dilapangan yg huruf (ح) dibaca (خ) huruf (س) dibaca (ث)dan lain sebagainya. Inilah antara lain yang disebutkan do’a berlebih-lebihan di dalam Al Qur’an surat Al A’raf 55. Ulangi Kultum Malam Kesembilan Belas. Maka ketika thawaf cukuplah berdo’a yang hafal saja, diulang-ulang, atau membaca Al Qur’an, atau membaca dzikir Al Qur’an atau Sunnah.*_ Seperti:
سُبْحاَنَ اللهِ وَالحَمْدُ ِللهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ .وَلاَ حَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ .
_*“Subhaanallaahi wal hamdulillaahi wa laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Wa laa hawla wa laa quwwata ilaa billaahi*-Maha Suci Allah. Segala puji bagiAllah. Dan tiada tuhan selain Allah. Allah Maha Besar. Tiada daya untuk menghindar dari kemaksiatan dan tiada upaya untuk melaksanakan ibadah kecuali dengan pertolngan Allah”._
سُبْحاَنَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحاَنَ اللهِ العَظِيْمِ .
_*“Subhaanallaahi wa bihamdih. Subhaanallaahil azhiim*-Maha Suci Allah dan dengan memuji-Nya, Maha Suci Alah Yang Agung”._
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ ، وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ
_*“Laa ilaaha illallaahu wahdah, anjaza wa’dah, wa nashara ‘abdah, wa hazamal ahzaaba wahdah*-Tiada tuhan selain Allah satu-satu-Nya, Yang menerapkan janji-Nya, membela hamba-Nya dan menghancurkan pasukan-pasukan musuh dengan sendiri-Nya”._
رَبَّنَا آتَنَا فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (رواه البخاري ومسلم)
_*“Robbanaa aatinaa fid dun-yaa hasanah, wa fil aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaababn naar*-
_Wahai Tuhan kami! Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Dan selamatkanlah kami dari siksa api neraka”._
اللَّهُمَّ فَقِّهْنَا فِي دِيْنِنَا وَعَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا وَانْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا وَارْزُقْنَا العَمَلَ بِالعِلْمِ مَعَ الإِخْلاَصِ لِوَجْهِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
_“Wahai Allah! Berilah kami pengertian tentang agama kami dan ilmu yang bermanfaat kepada kami. Dan manfaatkanlah kepada kami ilmu yang telah Engkau berikan kepada kami. Berilah kami rizki mengamalkan ilmu itu dengan ikhlas untuk Engkau, wahai Maha Penyayangnya semua penyayang”._
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى خَاتَمِ أَنْبِيَائِهِ وَرُسُلِهِ سَيِّدنَِا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Oleh : KH. AHMAD SJINQITHY DJAMALUDIN
No comments:
Post a Comment