SAMARA (Sakinah, Mawaddah wa Rahmah)
Mawaddah dalam ayat di atas (Pada Bagian Kedua QS. 30:21) konotasinya lebih banyak dihubungkan kepada fisik, pada hal bukan hanya masalah kecantikan isteri, ketampanan suami, dan kemolekan tubuh, melainkan juga menyangkut tingkat sosial, ekonomi, pendidikan dan peradaban, sebab Islam juga memandang faktor ke-kufu-an (keseimbangan level)
adalah salah satu faktor kebahagiaan rumah tangga.
Maka semakin jauh perbedaan latar belakang ke-kufu-an ini, bisa akan
sering terjadi juga culture shock yang dapat menimbulkan perselisihan/percekcokan.
Tapi bukan berarti Islam melarang pernikahan antar si kaya dengan si miskin.
Dalam sejarah shahabat, hal ini pernah terjadi pada kasus pernikahan shahabiyah Zainab bintu Jahsy dengan putra angkat Nabi saw, Zaid bin Haritsah.
Zainab bintu Jahsy adalah saudara sepupu Nabi saw karena Zainab puteri dari Umaymah binti Abdil Muththalib saudari sekandung S. Abdullah bin Abdil Muththalib Aba Nabi saw.
Ketentuan hukum ini Allah abadikan di dalam surat Al Ahzab (33) ayat 37 bunyinya:
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya:"Tahanlah terus isterimu dan bertaqwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu'min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi." [QS Al-Ahzab 33:37].
Rahmah
Sedangkan Rahmah pada surat Ar Rum: 21 diatas, adalah faktor kasih sayang yang bersifat batiniyah, menyangkut kepahaman terhadap Dien(agama), keimanan, akhlak,selera dan ideologi. Dan faktor-faktor ini sangat penting.
Pilihlah yang utama, yang kuat Dien-nya.
Seperti hadist yang telah kita sering dengar:
Wanita itu dinikahi karena 4 perkara:
1-Karena hartanya
2- Karena keturunannya.
3- Karena kecantikannya dan
4- Karena Dien-nya. Maka utamakanlah wanita yang kuat Dien-nya.
(H.R Bukhari).
Bagaimana cara kita "menilai calon pasangan" agar bisa diketahui ukuran kedalaman rasa mawaddah dan keserasiannya dalam wadah rahmah, sehingga terbangun kuat dalam istana sakinah?
( ini tidak kalah pentingnya diperhatikan yaaaah )
Saat ini masih banyak muslim melakukan ta'aruf (perkenalan) dalam rangka untuk menilai calon pasangannya, ala budaya yang non-Islami yaitu: _BERPACARAN.
Mungkin dengan pacaran akan diperoleh data-data yang diperlukan, tapi karena ini bukan dari Islam, maka harus dihindari, dan biasanya dalam masa berpacaran tsb, yang ditampilkan oleh masing-masing adalah sifat yang baik-baiknya saja. Banyak kejadian (apalagi di Jerman dan di dunia artis) dua orang yang telah bertahun-tahun berpacaran, tapi setelah menikah beberapa saat kemudian bercerai dengan alasan tidak cocok..
MEDIATOR!!!
Jadi bagaimana yang Islami?
* ما شاء الله *
Allah telah memberikan solusinya, dalam surat An-Nuur ayat 32:
"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, maka Allah akan membetikan kemampuan kepada mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. 24:32).
Ayat ini perintah, khususnya kepada orang-orang yang telah menikah, dengan kalimat:
Nikahkanlah!
Maka disini Allah sedang berbicara kepada orang-orang yang telah menikah.
dengan tujuan agar mereka ini menjadi mediator untuk menciptakan media TA'ARUF yang Islami.
Di masa tempo doeloe, antar orang tua telah saling mempersiapkan diri untuk saling menjodohkan anak-anaknya. Pada jaman sekarang cara tsb akan dianggap kolot, feodal dan menghalangi kebebasan.
Sebenarnya ketidak cocokan ini karena adanya kesenjangan pemahaman.
Apabila telah terbina dan tertanam dari pihak orang tua dan anak-anak atau anak-anak didik dan guru dengan nilai-nilai Islam sejak awal, maka anak-anak akan yaqin dan percaya penuh terhadap pilihan orang tua.
Selain orang tua, juga dapat diangkat sebagai mediator adalah guru ngaji atau teman yang dapat dipercaya yang berakhlak baik dan sudah menikah.
Walaupun begitu Allah juga telah membuat katub pengaman sebagai tolok ukurnya, yaitu:
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)
Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (yaitu syurga)." (QS. 24:26)
Dalam ayat diatas Allah telah memilihkan wanita-wanita yang baik untuk laki- laki yang baik, oleh sebab itu bagi yang ingin cepat menikah, maka harus meningkatkan terus nilai keimanannya agar mendapatkan pasangan yang sesuai dengan kualitas dirinya. Itulah janji Allah!.
No comments:
Post a Comment